Pernyataan sikap ini dilayangkan dalam bentuk mosi tidak percaya yang disampaikan BEM KM UGM kepada Rektor pada akhir Mei 2025. Tidak hanya sekadar pernyataan, langkah ini diiringi dengan rangkaian aksi dan diskusi terbuka yang memperlihatkan eskalasi ketidakpuasan terhadap sikap rektor yang dinilai terlalu kompromistis terhadap kebijakan pemerintah yang kontroversial. Dalam artikel ini, kami akan membedah alasan, dinamika, serta reaksi yang muncul dari mosi ini secara mendalam.
Latar Belakang Mosi Tidak Percaya dari BEM UGM
Ketegangan antara mahasiswa dan pihak rektorat bukanlah hal yang baru, namun mosi tidak percaya dari BEM UGM kali ini menjadi perhatian luas karena muncul di tengah berbagai dinamika kebijakan publik yang menyangkut mahasiswa. Salah satu pemicu utama adalah sikap rektor yang dinilai diam terhadap sejumlah isu nasional yang menyentuh kehidupan mahasiswa secara langsung.
Isu tersebut mencakup kebijakan kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal), pengekangan kebebasan berekspresi di lingkungan kampus, serta tidak adanya dukungan tegas terhadap perjuangan mahasiswa dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintah pusat. Dalam konteks ini, BEM UGM merasa bahwa suara mahasiswa diabaikan dan tidak lagi menjadi pertimbangan dalam setiap keputusan strategis kampus.
Menurut perwakilan BEM, rektor seharusnya menjadi penjaga nalar kritis akademik, bukan sekadar perpanjangan tangan kebijakan pemerintah. Kritik tajam juga diarahkan pada minimnya ruang diskusi terbuka yang inklusif bagi mahasiswa untuk menyuarakan keresahan mereka.
Sikap Rektor UGM yang Memicu Kontroversi
Beberapa kebijakan dan sikap yang diambil oleh rektor memicu ketidakpuasan dari mahasiswa. Dalam beberapa kesempatan publik, rektor dianggap enggan mengambil posisi yang tegas ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpotensi merugikan mahasiswa dan dunia akademik.
Contohnya adalah ketika terjadi pembahasan RUU kontroversial yang menyangkut pendidikan tinggi dan kebebasan akademik. Alih-alih menyuarakan keberatan atau membuka ruang dialog, rektor UGM memilih bersikap netral. Sikap ini kemudian dianggap sebagai bentuk pembiaran dan pembungkaman aspirasi mahasiswa. Akibatnya, bem ugm mosi tidak percaya rektor pun menjadi alat perlawanan simbolik terhadap sikap pasif tersebut.
Mahasiswa juga menyoroti kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan di tingkat universitas. Banyak kebijakan strategis yang diambil tanpa melibatkan mahasiswa secara langsung, padahal mereka adalah stakeholder utama dalam sistem pendidikan.
Aksi dan Pernyataan Sikap Mahasiswa UGM
Tidak hanya dalam bentuk pernyataan tertulis, BEM UGM juga menggelar aksi simbolik di lingkungan kampus sebagai bentuk penolakan terhadap kepemimpinan rektor. Aksi ini melibatkan ratusan mahasiswa dan mendapatkan dukungan dari sejumlah elemen organisasi mahasiswa fakultas.
Dalam aksinya, mahasiswa membawa spanduk dan poster bertuliskan kritik terhadap rektor, serta menyerukan pentingnya keberanian moral pimpinan universitas dalam membela suara rakyat. Slogan seperti “Rektor Tidak Lagi Bersama Mahasiswa” dan “Kampus Bukan Alat Kekuasaan” menjadi ekspresi keresahan kolektif yang sangat kuat.
Selain aksi fisik, BEM UGM juga menyebarluaskan narasi kritik melalui media sosial, artikel opini, dan diskusi daring. Kampanye ini tidak hanya menyasar lingkungan kampus, tetapi juga masyarakat luas, guna mengajak publik untuk ikut mengawal independensi kampus sebagai benteng nalar kritis.
Respons Rektor dan Pihak Kampus
Menanggapi gelombang kritik yang dilayangkan mahasiswa, pihak rektorat menyatakan bahwa mereka membuka ruang dialog dan mendengarkan semua aspirasi yang masuk. Namun demikian, hingga saat ini belum ada langkah nyata yang terlihat untuk merespons substansi dari mosi tidak percaya yang disampaikan.
Pernyataan dari Humas UGM menyebutkan bahwa pimpinan kampus sedang mengkaji tuntutan BEM dan menjadwalkan pertemuan untuk membahasnya lebih lanjut. Sementara itu, mahasiswa tetap menyatakan bahwa dialog tidak cukup tanpa adanya perubahan nyata dalam arah kebijakan kampus.
Muncul pula spekulasi bahwa mosi ini akan berdampak terhadap hubungan antara mahasiswa dan pimpinan kampus dalam jangka panjang, terutama menjelang pemilihan rektor baru yang akan dilaksanakan beberapa tahun ke depan.
Implikasi Mosi Tidak Percaya Terhadap Kampus dan Dunia Pendidikan
Mosi tidak percaya dari mahasiswa terhadap pimpinan kampus adalah bentuk koreksi sosial yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Ini mencerminkan bahwa mahasiswa masih aktif menggunakan haknya untuk mengawasi jalannya pendidikan dan pemerintahan kampus.
Tindakan bem ugm mosi tidak percaya rektor juga dapat menjadi preseden bagi kampus lain yang mengalami kondisi serupa. Dalam sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia, mosi seperti ini seringkali menjadi awal dari perubahan arah kebijakan atau bahkan pergantian kepemimpinan kampus.
Kampus sebagai ruang akademik harus senantiasa menjunjung tinggi prinsip demokrasi, keterbukaan, dan keberpihakan terhadap kebenaran. Ketika prinsip ini dilanggar, maka kritik yang dilontarkan oleh mahasiswa adalah wujud nyata dari semangat menjaga integritas akademik.
FAQ
Apa alasan utama BEM UGM menyatakan mosi tidak percaya terhadap rektor?
Karena dinilai tidak berpihak pada mahasiswa, diam terhadap isu nasional, dan kurang transparan dalam pengambilan kebijakan kampus.
Apakah mosi ini didukung oleh seluruh mahasiswa UGM?
Mayoritas organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas mendukung, meskipun tidak semua menyatakan sikap secara terbuka.
Bagaimana tanggapan rektor terhadap mosi ini?
Rektor menyatakan akan membuka dialog, tetapi belum ada respons konkret terhadap tuntutan mahasiswa.
Apakah mosi ini bisa berdampak pada posisi rektor?
Secara langsung tidak, namun bisa mempengaruhi persepsi publik dan dinamika pemilihan rektor ke depan.
Apakah mosi tidak percaya seperti ini pernah terjadi sebelumnya di UGM?
Ya, beberapa kali terjadi sebagai bentuk protes terhadap kebijakan kampus yang dianggap tidak pro-mahasiswa.