Isu ini kembali viral setelah beberapa pihak mempertanyakan kembali keaslian ijazah milik Jokowi, baik ijazah SMA maupun ijazah kuliahnya dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Bahkan beberapa kelompok mendesak agar dokumen tersebut ditunjukkan langsung ke publik sebagai bentuk transparansi. Namun, pihak Presiden melalui kuasa hukumnya menyebut permintaan ini sebagai manuver politis yang bisa berpotensi menimbulkan kekacauan besar jika tidak dikendalikan dengan bijak.
Munculnya kembali isu ijazah Jokowi ini bahkan menimbulkan polemik yang cukup serius. Pihak yang melaporkan menyatakan ingin mengungkap keaslian dokumen, namun tim hukum Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa ini bagian dari kriminalisasi dan upaya untuk merusak nama baik Presiden. Di sisi lain, masyarakat pun terbagi dua antara yang percaya penuh dengan rekam jejak akademik Jokowi dan mereka yang masih menyisakan tanda tanya besar.
Latar Belakang Isu Keaslian Ijazah Jokowi
Polemik tentang ijazah Jokowi sebenarnya bukan isu baru. Sejak masa kampanye pemilu pertama Jokowi hingga saat ini, sudah ada beberapa kali upaya pelaporan ke instansi hukum terkait dugaan ijazah palsu. Namun hingga kini, tidak satu pun laporan tersebut yang terbukti memiliki dasar kuat atau valid secara hukum.
Di antara klaim yang paling banyak disorot adalah terkait ijazah UGM milik Jokowi. Universitas Gadjah Mada sendiri, melalui beberapa perwakilan akademiknya, telah membantah keras bahwa ada pemalsuan ijazah. Mereka menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni sah dari Fakultas Kehutanan dan telah lulus sesuai prosedur yang berlaku pada masa itu.
Kuasa hukum Presiden, Otto Hasibuan, dalam keterangannya kepada media menyebut bahwa pihaknya sangat menyayangkan narasi publik yang menyebut Jokowi sebagai “pemalsu ijazah”. Otto menyebut ini sebagai bentuk framing politik yang bisa menciptakan kekacauan nasional bila dibiarkan berlarut-larut.
Respon Kuasa Hukum dan Potensi Kekacauan
Otto Hasibuan secara terbuka mengutarakan bahwa bila ijazah asli Jokowi ditampilkan ke publik tanpa koridor hukum, hal ini justru dapat menjadi preseden buruk yang membahayakan sistem hukum negara. “Kalau semua pihak bisa seenaknya minta dokumen pribadi Presiden, ke depan semua tokoh publik bisa jadi sasaran serupa,” ujarnya.
Tim hukum Jokowi juga menyindir adanya pihak-pihak tertentu yang ingin membuat kekacauan politik menjelang masa akhir jabatan Presiden. Otto bahkan mengaitkan isu ini sebagai bagian dari narasi jangka panjang yang ingin “mengasingkan Jokowi dari rakyatnya” lewat pemutarbalikan fakta.
Klaim ini diperkuat dengan adanya permintaan dari pihak pelapor untuk dilakukan gelar perkara khusus di Bareskrim terkait keaslian ijazah Jokowi. Padahal menurut para ahli hukum, tidak ada dasar kuat untuk membuka gelar perkara hanya berdasar pada narasi yang dibangun oleh media sosial.
Jejak Akademik Jokowi dan Konfirmasi Resmi UGM
Salah satu poin krusial dalam polemik ini adalah pertanyaan mengenai keaslian ijazah UGM Jokowi. Universitas Gadjah Mada, sebagai institusi pendidikan tempat Jokowi menempuh pendidikan tinggi, sudah beberapa kali memberikan klarifikasi resmi bahwa Jokowi memang pernah menjadi mahasiswa mereka dan telah menyelesaikan studinya sesuai ketentuan akademik.
Pihak rektorat UGM bahkan pernah menunjukkan data administratif serta transkrip akademik Presiden Jokowi sebagai bukti bahwa ia lulus dari jurusan Kehutanan. Mereka menilai desakan publik yang terus menggiring isu ijazah palsu sebagai upaya mencemari reputasi kampus dan negara secara umum.
Dengan adanya konfirmasi dari UGM, seharusnya isu ini dapat segera reda. Namun, seperti yang diketahui bersama, dinamika politik Indonesia seringkali membuat fakta menjadi tenggelam oleh opini publik yang liar dan sulit dikendalikan.
Isu Ijazah Digugat dan Motif Politik di Baliknya
Isu ijazah Jokowi digugat tak lepas dari muatan politik yang disinyalir kuat. Pengacara Presiden menyebut adanya motif tersembunyi yang ingin menghancurkan citra Jokowi di akhir masa kepemimpinannya. Apalagi laporan terbaru menyebutkan bahwa salah satu penggugat adalah tokoh yang juga pernah aktif dalam gerakan oposisi terhadap pemerintah.
Beberapa analis politik menyebut bahwa ini adalah strategi untuk membuat warisan politik Jokowi tampak cacat di mata publik, sekaligus mengurangi pengaruhnya terhadap kontestasi politik di masa mendatang, khususnya jelang pemilihan presiden dan kepala daerah serentak 2029.
Media dan Peran Narasi Framing dalam Isu Ijazah
Peran media dalam membentuk persepsi publik terhadap kasus ini juga menjadi sorotan penting. Tidak sedikit media yang memuat judul sensasional seputar “keaslian ijazah Jokowi”, tanpa menjelaskan latar belakang atau klarifikasi yang telah dilakukan oleh pihak kampus dan pemerintah.
Di sisi lain, media seperti Kompas dan CNN Indonesia justru berupaya menyajikan berita yang lebih berimbang dengan menyertakan pendapat dari pihak kuasa hukum, pemerintah, serta akademisi yang mengkonfirmasi keaslian dokumen tersebut. Sayangnya, narasi yang berimbang seringkali kalah cepat menyebar dibandingkan dengan konten sensasional yang viral di media sosial.
Konsekuensi Hukum dan Perlindungan Privasi Presiden
Dari sisi hukum, desakan untuk membuka ijazah asli Jokowi ke publik sebenarnya bertentangan dengan prinsip privasi dan perlindungan data pribadi. Dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, seseorang memiliki hak untuk tidak mengumbar dokumen pribadi kecuali untuk kepentingan hukum yang sah.
Oleh karena itu, upaya untuk memaksa Presiden membuka dokumen akademiknya tanpa melalui jalur hukum yang tepat dapat dikategorikan sebagai pelanggaran privasi. Tim hukum Presiden bahkan menyebut ada kemungkinan membawa kasus ini ke ranah hukum jika narasi-narasi fitnah terus berkembang tanpa dasar.
Dukungan Publik dan Reaksi Masyarakat
Di tengah derasnya polemik soal ijazah Jokowi, banyak pihak yang menyatakan dukungan terhadap Presiden. Berbagai tokoh masyarakat, akademisi, hingga tokoh agama meminta agar polemik ini segera diakhiri dan tidak dijadikan komoditas politik yang terus diperpanjang.
Di media sosial, muncul juga kampanye tagar seperti #IjazahAsliPresiden dan #StopFramingJokowi sebagai bentuk solidaritas dari masyarakat sipil yang merasa bahwa isu ini hanyalah cara untuk menggoyang kestabilan nasional secara politik dan psikologis.
Isu ijazah Jokowi merupakan salah satu contoh nyata bagaimana narasi politik bisa menciptakan polemik nasional tanpa bukti konkret. Meski sudah berulang kali dibantah oleh pihak kampus dan kuasa hukum Presiden, tetap saja ada pihak-pihak yang memaksakan kehendak untuk membuka dokumen pribadi kepala negara ke publik. Bila tidak ditangani secara tegas dan bijak, bukan tidak mungkin isu ini bisa memantik konflik sosial yang lebih luas. Masyarakat diharapkan tetap kritis, namun juga bijaksana dalam mencerna informasi yang beredar, apalagi di tengah era digital yang rentan dengan manipulasi opini.