Dunia tengah menghadapi ketidakpastian ekonomi, dan Indonesia pun tidak kebal terhadap ancamannya. Baru-baru ini, pernyataan mengejutkan datang dari ASEAN Macroeconomic Research Office (AMRO) yang mengingatkan Indonesia agar mewaspadai akumulasi utang negara yang terus membesar. Pesan ini menggaung keras karena ASEAN ingatkan Indonesia bukan tanpa alasan, ada potensi bahaya fiskal di masa depan jika kondisi ini terus dibiarkan.
Sejumlah media nasional seperti Kompas.id, CNN Indonesia, hingga Gelora dan Law-Justice menyampaikan secara gamblang bahwa ASEAN menyuarakan kekhawatiran ini sebagai bentuk upaya pencegahan krisis ekonomi seperti yang pernah menimpa Sri Lanka. Bahkan disebutkan, jika utang tak dikendalikan, Indonesia bisa menghadapi krisis ekonomi serius pada 2030. Kekhawatiran ini bukan sekadar omong kosong, melainkan hasil dari analisis menyeluruh lembaga ekonomi regional dan internasional.
Pernyataan ini memicu diskusi luas di berbagai kalangan, terutama soal bagaimana kondisi fiskal Indonesia saat ini, seperti apa struktur utangnya, dan langkah apa yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk menghindari potensi krisis ekonomi. Apakah kita sedang menuju ke arah bahaya fiskal? Ataukah ini justru momen refleksi penting untuk memperbaiki arah kebijakan ekonomi nasional?
Mengapa ASEAN Beri Peringatan Serius ke Indonesia?
Dalam beberapa waktu terakhir, isu mengenai kondisi keuangan negara kembali mencuat. Tidak hanya karena laporan belanja dan pendapatan negara yang terus berubah dinamis, tetapi juga karena meningkatnya jumlah pinjaman pemerintah yang digunakan untuk menopang berbagai program pembangunan. ASEAN ingatkan Indonesia karena rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mulai menunjukkan tren naik meski belum menembus batas maksimal undang-undang fiskal nasional.
Peringatan dari AMRO didasarkan pada sejumlah indikator makroekonomi yang mengarah pada tekanan fiskal jangka menengah. Salah satu faktor utama adalah penggunaan utang untuk menutup defisit APBN yang konsisten terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Meski pemerintah mengklaim pinjaman tersebut produktif karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur, efisiensi penggunaan dan hasil jangka panjangnya masih dipertanyakan banyak pihak.
Selain itu, sinyal kekhawatiran muncul karena tingginya bunga utang dan ketergantungan terhadap investor asing dalam pasar surat utang negara. Jika terjadi perubahan kondisi global—misalnya kenaikan suku bunga acuan The Fed atau ketegangan geopolitik—maka potensi capital outflow bisa menekan nilai tukar dan mempersulit pembayaran utang luar negeri.
Dibandingkan Sri Lanka Apakah Indonesia Dalam Bahaya?
Kekhawatiran yang lebih besar muncul ketika beberapa media menyebut bahwa Indonesia bisa mengalami nasib serupa Sri Lanka jika tidak segera melakukan langkah korektif. Seperti diketahui, Sri Lanka terjerumus dalam krisis ekonomi yang akut karena gagal membayar utang luar negeri, inflasi meroket, dan cadangan devisa anjlok drastis.
ASEAN ingatkan Indonesia utang negara bisa memicu efek domino jika dibiarkan tanpa pengawasan ketat. Meski struktur utang Indonesia saat ini masih dalam kategori aman menurut standar internasional (sekitar 38–39% dari PDB), namun laju peningkatannya perlu diwaspadai. Apalagi, di tengah gempuran belanja besar untuk pemindahan ibu kota negara (IKN), subsidi energi, dan perlindungan sosial pascapandemi.
Perbandingan dengan Sri Lanka memang terlihat ekstrem. Tapi yang menjadi perhatian bukan sekadar angka, melainkan kemampuan pemerintah mengelola kepercayaan pasar dan menghindari ketergantungan yang terlalu besar pada pembiayaan eksternal.
Rekomendasi AMRO dan Lembaga Internasional
AMRO tidak hanya menyuarakan peringatan, tetapi juga memberi beberapa saran penting. Salah satunya adalah memperkuat basis penerimaan negara secara berkelanjutan melalui reformasi perpajakan. Saat ini, tax ratio Indonesia masih relatif rendah di kawasan Asia Tenggara. Jika basis pajak diperluas dan kepatuhan ditingkatkan, maka pembiayaan APBN tidak lagi terlalu tergantung pada utang.
Selain itu, AMRO juga mendorong efisiensi belanja pemerintah agar lebih fokus pada sektor produktif seperti pendidikan, riset, dan pembangunan hijau. Dalam jangka panjang, langkah ini diharapkan bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas tinggi dan berkelanjutan.
Peringatan serupa juga datang dari Bank Dunia dan IMF. Mereka mengingatkan agar Indonesia menjaga keseimbangan fiskal, menjaga kredibilitas kebijakan moneter, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Reaksi Pemerintah Indonesia: Optimis Tapi Perlu Waspada
Menanggapi sinyal yang datang dari AMRO dan lembaga internasional lain, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kondisi fiskal Indonesia masih terkendali. Bahkan, Menteri Keuangan menyebut bahwa pemerintah memiliki strategi pengelolaan utang jangka menengah yang prudent dan berorientasi pada keberlanjutan.
Namun, pernyataan ini tidak serta-merta menenangkan semua pihak. Banyak ekonom dan pengamat fiskal yang menilai bahwa kehati-hatian perlu ditingkatkan. Fokus utama harus pada upaya menekan defisit anggaran, mendorong penerimaan domestik, dan menghindari proyek-proyek yang tidak memberikan manfaat langsung pada pertumbuhan ekonomi.
ASEAN ingatkan Indonesia utang negara bisa menjadi bom waktu jika tidak dimitigasi sejak sekarang. Apalagi, dengan proyeksi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian, tekanan dari sektor eksternal bisa datang kapan saja dan dalam bentuk apa pun.
Peran Masyarakat dan Dunia Akademik dalam Pengawasan
Di tengah meningkatnya kesadaran akan risiko fiskal, masyarakat sipil dan dunia akademik juga memegang peran penting dalam proses pengawasan. Diskusi publik, forum akademik, hingga keterlibatan dalam konsultasi kebijakan fiskal menjadi kanal penting untuk memastikan pemerintah tetap akuntabel.
Transparansi anggaran dan keterlibatan masyarakat menjadi bagian dari prinsip demokrasi fiskal yang harus terus didorong. Hal ini juga memperkuat tata kelola keuangan negara agar tidak hanya berpihak pada stabilitas jangka pendek, tetapi juga keberlanjutan jangka panjang.
Peringatan ASEAN harus dipahami bukan sebagai kritik destruktif, melainkan sebagai sinyal peringatan dini. Negara yang belajar dari peringatan akan lebih kuat daripada yang mengabaikan dan menyesal di kemudian hari.
Apa yang Bisa Dilakukan untuk Menghindari Krisis?
Menghindari krisis bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Dunia usaha, akademisi, dan masyarakat luas bisa ikut berperan dalam menjaga stabilitas fiskal. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:
- Dorong edukasi pajak sejak dini dan tingkatkan literasi fiskal.
- Kawal anggaran publik melalui partisipasi dalam forum-forum evaluasi kebijakan.
- Dukung reformasi perpajakan yang adil dan efisien.
- Tekan pemborosan dan proyek-proyek tidak produktif.
- Desak akuntabilitas publik dalam setiap kebijakan utang negara.
Jika semua pihak memiliki kesadaran kolektif, maka risiko krisis bisa ditekan secara signifikan. Utang memang bukan hal buruk selama dikelola dengan bijak, tetapi bila disalahgunakan bisa jadi malapetaka jangka panjang.
FAQ
1. Apa itu AMRO dan mengapa bisa memberi peringatan kepada Indonesia?
AMRO (ASEAN+3 Macroeconomic Research Office) adalah lembaga riset ekonomi yang dibentuk oleh negara-negara ASEAN+3 untuk mengawasi stabilitas ekonomi regional dan memberi rekomendasi kebijakan kepada negara anggota.
2. Apakah benar Indonesia bisa bangkrut seperti Sri Lanka?
Kondisinya belum separah Sri Lanka, namun jika utang terus meningkat tanpa kontrol, maka risiko krisis fiskal bisa terjadi. Karena itu ASEAN ingatkan Indonesia agar lebih waspada dan mengambil tindakan preventif sejak dini.
3. Berapa rasio utang Indonesia saat ini?
Per Juni 2025, rasio utang pemerintah Indonesia berada di kisaran 39% dari PDB, masih di bawah batas maksimal UU Keuangan Negara yang sebesar 60%, namun kenaikan bertahap tetap harus diwaspadai.
4. Apa saja saran yang diberikan lembaga internasional?
Saran utama adalah memperluas basis pajak, efisiensi belanja negara, serta transparansi dalam pengelolaan utang. Selain itu, fokus pada pertumbuhan ekonomi berkualitas dan berkelanjutan menjadi agenda penting.
5. Apakah utang negara Indonesia semuanya buruk?
Tidak semua. Utang produktif untuk membangun infrastruktur bisa berdampak positif jika efisien. Yang berbahaya adalah utang yang tidak memberikan manfaat ekonomi jangka panjang dan hanya menambah beban fiskal.