Hubungan antara Beijing dan Canberra kembali memanas setelah muncul laporan mengenai jet tempur China Australia yang terlibat dalam insiden berbahaya di Laut China Selatan. Kejadian ini bermula ketika pesawat militer Australia jenis P-8A Poseidon dikabarkan diadang oleh jet tempur China Su-35, yang kemudian menembakkan flare atau suar panas di jarak sangat dekat. Tindakan ini langsung memicu reaksi keras dari pemerintah Australia, yang menilai manuver itu sebagai aksi provokatif dan membahayakan keselamatan penerbangannya.
Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi di kawasan yang dikenal sebagai salah satu wilayah paling sensitif di dunia. Laut China Selatan telah lama menjadi pusat sengketa, dengan China mengklaim sebagian besar wilayahnya dan beberapa negara lain termasuk Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, serta Indonesia menolak klaim tersebut. Kini, dengan keterlibatan jet tempur China Australia, ketegangan meningkat hingga memunculkan kekhawatiran akan terjadinya insiden militer lebih besar yang bisa mengguncang stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Kronologi Insiden Jet Tempur di Laut China Selatan

Insiden bermula pada pertengahan Oktober 2025 ketika pesawat pengintai milik Australia, P-8A Poseidon, melakukan patroli rutin di wilayah udara internasional Laut China Selatan. Menurut laporan CNBC Indonesia, pesawat tersebut sedang dalam misi pengawasan untuk memastikan kebebasan navigasi dan aktivitas maritim aman. Namun di tengah misi itu, dua jet tempur China Australia dilaporkan muncul dan mendekat dengan jarak yang sangat dekat.
Salah satu jet China tipe Su-35 kemudian menembakkan flare (suar panas) hanya beberapa ratus meter dari pesawat Poseidon. Pemerintah Australia menilai tindakan itu sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan pada sistem mesin pesawat jika terkena panas flare. Canberra langsung memprotes keras tindakan tersebut kepada otoritas Beijing melalui saluran diplomatik.
Menurut laporan CNN Indonesia, insiden ini berlangsung selama kurang lebih tiga menit dan disebut sebagai salah satu “interaksi paling berbahaya” antara militer kedua negara dalam beberapa tahun terakhir. Pihak China mengklaim pesawat Australia telah memasuki zona pengawasan militernya, sementara Australia bersikukuh bahwa mereka terbang di wilayah udara internasional.
Reaksi Keras dari Pemerintah Australia
Pemerintah Australia tidak tinggal diam. Menteri Pertahanan Australia Richard Marles menyebut bahwa tindakan jet tempur China itu “tidak profesional, tidak aman, dan sangat provokatif.” Ia menegaskan bahwa pesawat Poseidon sedang menjalankan misi pengintaian yang sah di wilayah internasional dan tidak mengancam keamanan China. “Setiap upaya untuk mengintimidasi pasukan kami tidak dapat diterima,” ujar Marles dalam konferensi pers di Canberra yang dikutip dari DetikNews.
Pemerintah Australia kemudian memanggil duta besar China untuk memberikan penjelasan resmi mengenai insiden tersebut. Canberra juga menyampaikan nota diplomatik ke Beijing, menuntut agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Menurut Kompas.com, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese bahkan mempertimbangkan untuk membawa masalah jet tempur China Australia ini ke forum internasional seperti ASEAN Defense Ministers Meeting (ADMM) atau bahkan Dewan Keamanan PBB jika perlu.
Insiden ini juga memicu perdebatan di dalam negeri Australia. Oposisi menilai bahwa tindakan China merupakan bentuk pelecehan terhadap kedaulatan dan menuntut pemerintah untuk bersikap lebih tegas. Sementara beberapa analis berpendapat bahwa Canberra perlu tetap berhati-hati agar ketegangan tidak berkembang menjadi konfrontasi militer terbuka.
Alasan China Menembakkan Flare ke Pesawat Australia
Dari sisi Beijing, Kementerian Pertahanan China memiliki pandangan yang berbeda. Melansir SindoNews, pihak China menyatakan bahwa pesawat Australia telah “melanggar wilayah pengawasan udara militer China” dan memasuki area sensitif tanpa izin. Penembakan flare dilakukan sebagai tindakan pengusiran untuk memperingatkan agar pesawat tersebut menjauh.
Beijing menilai tindakannya sesuai dengan prosedur pertahanan nasional. “Jet tempur kami melakukan respons profesional dan terkendali terhadap pelanggaran yang dilakukan pesawat asing,” demikian pernyataan resmi dari juru bicara Kementerian Pertahanan China. Mereka juga menuduh bahwa Australia sering melakukan kegiatan pengintaian yang menargetkan pangkalan militer dan kapal Angkatan Laut China di Laut China Selatan.
Namun, pernyataan ini ditolak mentah-mentah oleh Canberra. Pemerintah Australia menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah ruang udara internasional yang bebas dilalui sesuai hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Pertukaran klaim inilah yang membuat jet tempur China Australia menjadi isu global yang menguji hubungan diplomatik kedua negara.
Ketegangan Lama yang Terus Terulang
Insiden seperti ini bukan kali pertama terjadi. Laut China Selatan telah menjadi titik panas geopolitik selama bertahun-tahun, dan interaksi antara pesawat militer China dan negara lain sering menimbulkan ketegangan. Pada tahun-tahun sebelumnya, pesawat Amerika Serikat, Kanada, dan Filipina juga pernah mengalami manuver berbahaya dari jet China di wilayah yang sama.
Namun yang membedakan jet tempur China Australia kali ini adalah tingkat kedekatan dan intensitasnya. Menurut laporan dari CNN Indonesia, jarak antara pesawat tempur dan Poseidon bahkan hanya sekitar 300 meter cukup dekat untuk menciptakan risiko tabrakan udara.
Beberapa analis menilai bahwa insiden ini adalah bentuk unjuk kekuatan dari China di tengah meningkatnya kehadiran sekutu-sekutu Barat di kawasan Indo-Pasifik. Seiring Australia memperkuat kerja sama militer dengan Amerika Serikat dan Inggris melalui pakta AUKUS, Beijing tampaknya ingin menunjukkan dominasi udara di Laut China Selatan sebagai pesan politik.
Dampak Diplomatik terhadap Hubungan China dan Australia
Hubungan antara kedua negara sebenarnya sudah lama diwarnai ketegangan, terutama dalam isu perdagangan, keamanan siber, dan hak asasi manusia. Namun insiden ini menambah daftar panjang masalah yang harus dihadapi kedua pihak. Menurut pengamat hubungan internasional dari Australian National University, insiden jet tempur China Australia dapat memperburuk upaya rekonsiliasi yang sempat membaik di awal tahun 2025.
Sejak kunjungan Menteri Luar Negeri China Wang Yi ke Canberra beberapa bulan lalu, hubungan diplomatik sempat mencair. Namun kini, situasi kembali panas. Australia menilai bahwa aksi militer China mengancam kebebasan navigasi, sementara China menuduh Australia berperan sebagai perpanjangan tangan Barat untuk memata-matai mereka.
Bahkan, beberapa pejabat senior Australia menilai bahwa insiden ini bisa memengaruhi agenda perdagangan yang sedang dinegosiasikan ulang antara kedua negara, termasuk ekspor hasil tambang dan produk agrikultur. Artinya, persoalan militer ini berpotensi memiliki efek domino terhadap sektor ekonomi dan diplomasi regional.
Pandangan Pengamat dan Reaksi Dunia
Pengamat keamanan internasional menilai bahwa insiden jet tempur China Australia menunjukkan meningkatnya risiko salah perhitungan di kawasan Indo-Pasifik. Dengan semakin banyaknya operasi militer dan patroli di wilayah Laut China Selatan, potensi tabrakan atau kesalahan teknis menjadi ancaman nyata.
Profesor Rory Medcalf dari National Security College menyebutkan bahwa situasi ini mengingatkan pada masa Perang Dingin, ketika pesawat-pesawat dari dua blok sering berinteraksi secara berbahaya di udara. “Perbedaannya, kali ini terjadi di Asia dan implikasinya bisa jauh lebih besar,” ujarnya dalam wawancara dengan ABC Australia.
Sementara itu, Amerika Serikat melalui Pentagon mengeluarkan pernyataan dukungan terhadap Australia. Mereka menegaskan bahwa tindakan China “tidak dapat diterima” dan menyerukan agar Beijing menghormati kebebasan navigasi di laut dan udara internasional. Jepang dan Filipina juga menyuarakan keprihatinan serupa, memperlihatkan bahwa insiden ini tak hanya berdampak bilateral, melainkan juga regional.
Risiko Ketegangan Militer dan Upaya Pencegahan
Banyak pihak khawatir insiden seperti ini bisa menjadi pemicu konflik militer yang tidak diinginkan. Laut China Selatan adalah jalur pelayaran vital dunia yang dilalui sepertiga perdagangan global. Jika konfrontasi meningkat, dampaknya bisa memengaruhi ekonomi global.
Oleh karena itu, sejumlah analis menyerukan pentingnya pembentukan “hotline militer” antara China dan Australia mekanisme komunikasi darurat yang bisa digunakan jika terjadi insiden udara atau laut. Hal serupa sudah dilakukan antara Amerika Serikat dan China untuk mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung fatal.
Selain itu, organisasi internasional seperti ASEAN diharapkan memainkan peran lebih besar dalam menengahi ketegangan. Beberapa negara anggota sudah menyuarakan perlunya pembahasan kembali Code of Conduct (CoC) di Laut China Selatan agar setiap negara memiliki pedoman jelas dalam beroperasi di wilayah tersebut.
Insiden jet tempur China Australia menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa situasi di Laut China Selatan masih jauh dari kata stabil. Penembakan flare oleh jet China ke arah pesawat militer Australia bukan sekadar masalah teknis, tetapi mencerminkan meningkatnya ketegangan politik dan militer di kawasan strategis ini.
Dengan banyaknya kepentingan yang bertabrakan mulai dari keamanan, ekonomi, hingga geopolitik Laut China Selatan kini ibarat panggung besar tempat negara-negara adikuasa saling unjuk kekuatan. Oleh karena itu, dialog dan diplomasi tetap menjadi kunci utama agar insiden semacam ini tidak berkembang menjadi konflik yang lebih serius.
FAQ
Apa yang dimaksud dengan insiden jet tempur China Australia?
Insiden ini terjadi ketika jet tempur China menembakkan flare atau suar panas sangat dekat dengan pesawat militer Australia di Laut China Selatan, memicu ketegangan diplomatik.
Kapan dan di mana insiden terjadi?
Peristiwa ini terjadi pada pertengahan Oktober 2025 di wilayah udara internasional Laut China Selatan.
Apa alasan China menembakkan flare ke pesawat Australia?
China mengklaim bahwa pesawat Australia telah memasuki wilayah pengawasan militernya dan tindakan tersebut merupakan bentuk peringatan.
Bagaimana tanggapan pemerintah Australia?
Australia mengecam keras tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai aksi berbahaya serta pelanggaran terhadap hukum internasional.
Apakah insiden ini berdampak pada hubungan diplomatik kedua negara?
Ya, insiden ini memperburuk hubungan bilateral China dan Australia serta meningkatkan kekhawatiran akan ketegangan di kawasan Indo-Pasifik.














