Media sosial kembali dihebohkan oleh kemunculan tren visual baru yang unik dan cukup mengejutkan. Tren s line tiktok viral 2025 memperlihatkan pengguna yang membuat garis merah membujur dari atas kepala hingga dahi menggunakan efek atau alat bantu fisik. Sekilas tampak seperti gaya rambut atau fashion statement, namun ternyata ada makna yang cukup dalam dan tak lepas dari kontroversi. Banyak yang penasaran, apa sebenarnya arti tren ini dan mengapa bisa viral secara global?
Fenomena ini pertama kali populer di TikTok Asia, lalu merembet ke Indonesia sekitar pertengahan Juli 2025. Meski hanya berawal dari konten kreatif yang terinspirasi dari drama Korea berjudul “S-Line”, tren ini segera menjadi sorotan karena dianggap membuka aib atau mengungkap sesuatu yang bersifat pribadi. Tak hanya itu, beberapa tokoh agama juga memberikan tanggapan terhadap kehebohan visual garis merah tersebut, menilai bahwa tren ini bisa berdampak negatif jika disalahartikan.
Apa Itu Tren S Line di TikTok?
Tren ini berasal dari visualisasi karakter dalam sebuah drama Korea yang menggunakan garis lurus berwarna merah sebagai simbol dari beban atau rahasia kehidupan seseorang. Dalam konten TikTok, para kreator membuat ulang garis tersebut di atas kepala mereka, baik dengan filter, pulpen merah, atau alat makeup. Konten tren s line tiktok ini menjadi viral karena dianggap lucu, jujur, sekaligus menyentuh secara emosional.
Mereka yang ikut tren ini biasanya akan mengunggah video singkat sambil menceritakan hal memalukan, masalah hidup, atau bahkan sekadar candaan ringan yang berhubungan dengan kehidupan mereka. Banyak yang menyebutnya sebagai cara kreatif untuk menyuarakan keresahan, meski sebagian netizen melihatnya sebagai tren yang kelewat batas dan rawan membuka aib sendiri maupun orang lain.
Asal Usul dan Viralitas S Line TikTok
Tren s line awalnya hanya muncul di komunitas kecil TikTok Korea, namun efek visual yang mencolok dan narasi yang kuat membuatnya dengan cepat menyebar. Istilah “S-Line” sendiri merujuk pada struktur visual garis merah yang menyerupai huruf ‘S’ saat diimajinasikan dari arah atas ke bawah kepala. Namun dalam versi TikTok Indonesia, garis ini lebih sering terlihat lurus dan merah mencolok.
Tren ini masuk daftar trends in TikTok 2025 karena menyentuh tema psikologis dan emosi yang relate bagi generasi muda. Tak heran jika kemudian banyak remaja dan mahasiswa ikut serta, baik untuk menuangkan keresahan pribadi maupun mengikuti arus popularitas global. Meski begitu, efek viral ini juga memunculkan kritik karena dinilai tidak semua audiens dapat menyikapi dengan dewasa.
Pro dan Kontra dari Tren Ini
Layaknya tren lainnya di media sosial, tren s line tiktok tidak lepas dari pro dan kontra. Di satu sisi, tren ini dianggap sebagai bentuk ekspresi diri yang bebas dan jujur, memungkinkan orang untuk berbagi kisah dengan cara yang unik. Kreativitas ini sejalan dengan budaya TikTok yang memang menekankan originalitas dan storytelling personal.
Namun di sisi lain, ada juga kekhawatiran tren ini justru mengajarkan anak muda untuk membuka hal-hal pribadi ke ruang publik tanpa batas. Beberapa tokoh agama bahkan menyebut tren ini sebagai bentuk membuka aib, yang bertentangan dengan ajaran moral dalam berbagai agama. Bahkan ada yang menyebut ikut tren ini bisa termasuk dalam perbuatan dosa jika maksudnya adalah mempermalukan orang lain secara tidak langsung.
Reaksi Tokoh dan Ahli Psikologi
Beberapa psikolog dan pendidik memberikan pandangan netral terhadap tren ini. Mereka menilai bahwa tren ini bisa dijadikan sarana healing jika diarahkan dengan tepat. Misalnya dengan menjadikan narasi dalam video sebagai bentuk journaling digital. Namun, penting untuk tetap menjaga batas antara keterbukaan dan privasi.
Tokoh agama dari berbagai daerah di Indonesia juga turut memberikan tanggapan. Ustad dan pendeta memberikan nasihat bahwa walaupun ekspresi diri itu sah-sah saja, tetap perlu mempertimbangkan etika dan dampaknya terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dalam beberapa pandangan, mengunggah konten yang berisi curhatan atau rahasia pribadi bisa menimbulkan penyesalan di kemudian hari.
TikTok dan Tren Psikologis 2025
Tren ini juga masuk dalam daftar recent trends in tiktok berdasarkan laporan tahunan TikTok Global. Tema konten yang mengangkat sisi emosional dan keresahan pribadi meningkat signifikan sepanjang pertengahan 2025. Menurut laporan TikTok Newsroom, banyak konten viral tahun ini mengandung unsur realita hidup dan self-reflection.
TikTok juga mengembangkan sistem moderasi untuk mencegah tren yang terlalu ekstrem atau membahayakan. Mereka menghimbau kreator untuk selalu mempertimbangkan konteks sosial dan budaya dalam membuat konten. Dalam kasus tren ini, TikTok hanya membatasi penggunaan tagar tertentu namun belum menghapus kontennya.
Bagaimana Respons Pengguna TikTok di Indonesia?
Sebagian besar pengguna TikTok Indonesia mengikuti tren ini dengan versi lokalnya yang cenderung lebih ringan dan jenaka. Banyak video dengan narasi kocak seperti curhatan tentang pacar yang selingkuh, masalah nilai kuliah, hingga urusan keuangan yang relate dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih bisa menyaring konten viral dengan cara yang adaptif.
Namun, di tengah antusiasme, tidak sedikit pula yang menyerukan untuk lebih berhati-hati. Beberapa konten kreator besar bahkan membuat video khusus berisi pesan agar tidak ikut-ikutan hanya karena FOMO (fear of missing out), melainkan karena paham makna dari tren tersebut.
FAQ
Apa itu tren S Line TikTok?
Tren ini menampilkan garis merah di kepala sebagai simbol visual keresahan atau rahasia pribadi yang divisualisasikan lewat video pendek.
Apa asal usul tren S Line?
Berasal dari drama Korea “S-Line” dan menyebar lewat TikTok Korea sebelum viral di Indonesia.
Kenapa tren ini dianggap kontroversial?
Karena dianggap membuka aib dan melanggar privasi jika disalahgunakan.
Apa tanggapan tokoh agama?
Banyak tokoh menyarankan untuk tidak membuka aib sendiri atau orang lain demi konten.
Apakah tren ini positif atau negatif?
Bisa dua sisi—positif sebagai ekspresi diri, negatif jika dilakukan tanpa pertimbangan etika.
